Keinginan dan praktek mengelola bisnis pariwisata dengan «modal dengkul dapat uang sebakul » merupakan kisah abad 20. Bisnis Pariwisata abad 21 beroperasi dengan padat ilmu canggih dan modal kuat serta lebih banyak dikelola secara virtual.
Clients’ File sekarang, abad 21 (paperless era), tersimpan di dalam computer data base.
Semua informasi terkait bisnis pariwisata dihimpun dan disimpan dalam komputer serta disebarkan melalui internet (online). Data yang disimpan dan disebarkan secara off-line bertambah lama bertambah sedikit. Peminat perpustakaan off-line bertambah lama bertambah berkurang. Orang lebih suka mendengar ketimbang membaca. Audio & e-book lebih digemari. Telinga orang masa kini dipaksa kerja keras. Tidak heran, kalau kita melihat orang banyak dimana-mana menempelkan alat-alat elektronik di telinga mereka. Kerja mata orang sudah mulai berkurang bebannya. Mata tidur, tetapi telinga melek, di kendaraan umum, misalnya.
Pemanfaatan bahasa yang dipakai komputer mutlak dikuasai dan harus mampu mengaplikasi kannya. Itu bukan bahasa asing yang seyogianya tidak dijadikan momok dan bukan pula seumpama hasil coba-coba memegang sesuatu, terasa panas lalu dilepaskan/dibuang.
Berapa milyar rupiah-kah terbuang percuma, dilakukan para peserta aneka ragam kursus, yang berhenti/terhenti di tengah jalan, sebelum mereka mencapai sasaran yang diinginkan?
Email berbentuk tulisan berkembang mempergunakan audio dan video. Huruf ”e” atau ”i” di depan aneka kegiatan atau tataan merupakan hal yang biasa dan jumlahnya bertambah dari hari ke hari.
Pembuatan iklan membuat pebisnis pusing tujuh keliling. Mengapa?
(a) Penampilan iklan harus menarik (eye-catching) dan harus muncul dalam hitungan detik. Semua faktor yang mempengaruhi kecepatan pemunculan iklan harus diperhitungkan.
(b) Pemilihan kata harus benar-benar menggerakkan hati orang untuk melihat dan membaca iklan yang dimunculkan jendela internet.
(d) Harus mempelajari kata-kata dan frase kunci yang populer berdasarkan penelitian ALEXA dan mesin pencari kata (Search Engine) tempat memasang iklan (Google, Yahoo, dst.).
Pemahaman singkatan kata SEO beserta aplikasinya merupakan hal yang mutlak harus dikuasai dan diaplikasikan dalam praktek kerja (work place).
(e) Aneka ragam cara pemasangan iklan harus dipelajari sehingga mampu mengaplikasikannya.
Misalnya: email marketing, funnel marketing, traffic exchanges, viral marketing, clickthru, swirl marketing, JV marketing, Audio & Youtube marketing, Webinar, Relationship marketing, Social networking, dst.
(f) Cara pembayaran juga beragam-ragam. Pay Per Impression, Pay Per Click, Pay Per Sale, dst.
(g) Penggunaan piranti lunak juga cukup membingungkan. Aneka ragam softwares, scripts, virus & anti virus, dan tools berseliweren di internet. Semua mengklaim ampuh. Harga dan alat pembayarannyapun beraneka ragam pula.
(h) System dan procedures pengelolaan virtual/online/web-based business tidak bisa dibaca selintas. Memerlukan mentor atau “guru”.
(i) Tidak banyak di dunia yang mau mengakui dirinya sebagai “guru”, walaupun penghasilan tahunannya jutaan bahkan milyaran dolar Amerika Serikat.
(j) Perhatian para penelusur internet hanya berkisar 7 (tujuh) detik. Kalau iklan tersebut tidak mampu menarik perhatian mereka dalam kurun waktu tersebut, iklan yang muncul akan dilewatkan begitu saja.
(k) Orang yang mendapat predikat “guru” di internet benar-benar “EXPERT MASTER”. Gelar PhD, DR, atau Profesor belum tentu dijuluki ”guru”. ”Guru” diatas segala guru biasa (teachies). Mungkin di dunia persilatan mereka disebut JUARA NOMOR SATU, belum ada juara lain yang bisa mengalahkannya.
Kesimpulan: Tumpukan Ilmu komputer, Teknologi Informasi & Komunikasi, dan Aneka Ragam Ilmu Manajemen yang tersimpan dalam otak seseorang belum bisa menjamin keberhasilan dia mengelola bisnis berbasiskan komputer dan internet. Pengalaman praktek terus menerus (constant) mengaplikasikan ilmu-ilmu tersebut-lah yang bisa menentukan kadar keberhasilannya.
Sering diungkapkan melalui internet marketing bahwa pebisnis yang memanfaatkan internet hanya 3% (tiga per cent) sampai 7% (tujuh per cent) saja yang benar-benar SUKSES. Sembilan puluh per cent lebih GAGAL. Kita tinggal memilih. Mau ikut kelompok 3% - 7 % kah, atau ikut kelompok 90%+?
Jadi, setiap ilmu bisnis internet memerlukan PRAKTEK KERJA, sekali lagi, lagi, praktek mengaplikasikan hasil bacaan dan penelitian melalui internet, sampai mahir dan tidak pernah berhenti menelusuri dan mempelajari perkembangan serta pertambahan teknologi yang terkait ilmu bisnis secara terus menerus (constantly). Ingat, detik berikut sudah disebut ”future time” di dalam Bahasa Inggris.
Belajar dari kesalahan-kesalahan (trial and error) yang dialami-lah yang bisa membawa kita ke tingkat sukses, berkat kemahiran hasil praktek kerja. Membaca dan faham saja belum cukup.
Never stop learning, but ongoing study, improvement and enhancement actions for life (kaizen). It remains a constant and long life process.
DILEMMA KEKAL?
Sampai saat ini, periklanan produk dan fasilitas bisnis pariwisata Indonesia melalui internet (online marketing) masih didominasi para pebisnis pariwisata asing. Hampir seluruh produk pariwisata kita di promosikan pebisnis pariwisata asing.
Negara tetangga kita, salah satu Anggota ASEAN umpamanya, lebih banyak berperan mempromosikan produk dan fasilitas pariwisata Indonesia ketimbang dilakukan oleh para pebisnis pariwisata kita. Pepatah mengatakan: “Ibarat memagar kelapa condong, batangnya dalam pekarangan kita, tetapi buahnya dinikmati orang lain / asing”.
Tidak heran, kalau para pebisnis pariwisata anggota ASEAN sering mengeluh karena kebanyakan pebisnis pariwisata Negara tetangga tersebut di atas mempermainkan harga jual produk pariwisata sesama anggota Asean. Tak jarang pula, kita mendengar keluhan atas hutang-hutang yang mereka perbuat tidak dilunasi / dibayar.
Pernah ada beberapa pebisnis pariwisata kita mencoba mendatangi mitra bisnis mereka di Negara tetangga tadi dan mendapati nama perusahaan yang didatangi telah berganti.
Taktik mereka, antara lain, pada awal berbisnis mereka bayar dimuka. Sebelum klien mereka tiba di negara tujuan. Setelah bisnis kedua belah pihak berjalan beberapa waktu, mereka (instructing agent) membayar setibanya tour leader dan rombongan di bandara kedatangan.
Kemudian, pembayaran invoice dilakukan ketika rombongan akan meninggalkan bandara kita.
Selang beberapa beberapa lama kemudian, mereka bayar secara cicil. Lama setelah klien pulang ke Negara mereka (long after tour completion). Akhirnya hutang mereka menumpuk dan papan nama kantor perusahaan mereka diganti dengan nama baru.
Memang mungkin betul sebahagian kecil saja yang mempraktekkan taktik demikian. Tetapi WASPADALAH. Pebisnis Pariwisata dari mancanegara juga banyak yang berbuat demikian. Dan jangan pula dikira pebisnis pariwisata Indonesia jujur semua. Beberapa pebisnis pariwisata Indonesia - pun ada yang melakukan taktik serupa.
Salah satu solusi: ”Percanggihlah kemampuan Anda beserta para karyawan dan perlengkapan (piranti keras & lunak) ketata-laksanaan bisnis pariwisata Anda sekarang juga.”
Clients’ File sekarang, abad 21 (paperless era), tersimpan di dalam computer data base.
Semua informasi terkait bisnis pariwisata dihimpun dan disimpan dalam komputer serta disebarkan melalui internet (online). Data yang disimpan dan disebarkan secara off-line bertambah lama bertambah sedikit. Peminat perpustakaan off-line bertambah lama bertambah berkurang. Orang lebih suka mendengar ketimbang membaca. Audio & e-book lebih digemari. Telinga orang masa kini dipaksa kerja keras. Tidak heran, kalau kita melihat orang banyak dimana-mana menempelkan alat-alat elektronik di telinga mereka. Kerja mata orang sudah mulai berkurang bebannya. Mata tidur, tetapi telinga melek, di kendaraan umum, misalnya.
Pemanfaatan bahasa yang dipakai komputer mutlak dikuasai dan harus mampu mengaplikasi kannya. Itu bukan bahasa asing yang seyogianya tidak dijadikan momok dan bukan pula seumpama hasil coba-coba memegang sesuatu, terasa panas lalu dilepaskan/dibuang.
Berapa milyar rupiah-kah terbuang percuma, dilakukan para peserta aneka ragam kursus, yang berhenti/terhenti di tengah jalan, sebelum mereka mencapai sasaran yang diinginkan?
Email berbentuk tulisan berkembang mempergunakan audio dan video. Huruf ”e” atau ”i” di depan aneka kegiatan atau tataan merupakan hal yang biasa dan jumlahnya bertambah dari hari ke hari.
Pembuatan iklan membuat pebisnis pusing tujuh keliling. Mengapa?
(a) Penampilan iklan harus menarik (eye-catching) dan harus muncul dalam hitungan detik. Semua faktor yang mempengaruhi kecepatan pemunculan iklan harus diperhitungkan.
(b) Pemilihan kata harus benar-benar menggerakkan hati orang untuk melihat dan membaca iklan yang dimunculkan jendela internet.
(d) Harus mempelajari kata-kata dan frase kunci yang populer berdasarkan penelitian ALEXA dan mesin pencari kata (Search Engine) tempat memasang iklan (Google, Yahoo, dst.).
Pemahaman singkatan kata SEO beserta aplikasinya merupakan hal yang mutlak harus dikuasai dan diaplikasikan dalam praktek kerja (work place).
(e) Aneka ragam cara pemasangan iklan harus dipelajari sehingga mampu mengaplikasikannya.
Misalnya: email marketing, funnel marketing, traffic exchanges, viral marketing, clickthru, swirl marketing, JV marketing, Audio & Youtube marketing, Webinar, Relationship marketing, Social networking, dst.
(f) Cara pembayaran juga beragam-ragam. Pay Per Impression, Pay Per Click, Pay Per Sale, dst.
(g) Penggunaan piranti lunak juga cukup membingungkan. Aneka ragam softwares, scripts, virus & anti virus, dan tools berseliweren di internet. Semua mengklaim ampuh. Harga dan alat pembayarannyapun beraneka ragam pula.
(h) System dan procedures pengelolaan virtual/online/web-based business tidak bisa dibaca selintas. Memerlukan mentor atau “guru”.
(i) Tidak banyak di dunia yang mau mengakui dirinya sebagai “guru”, walaupun penghasilan tahunannya jutaan bahkan milyaran dolar Amerika Serikat.
(j) Perhatian para penelusur internet hanya berkisar 7 (tujuh) detik. Kalau iklan tersebut tidak mampu menarik perhatian mereka dalam kurun waktu tersebut, iklan yang muncul akan dilewatkan begitu saja.
(k) Orang yang mendapat predikat “guru” di internet benar-benar “EXPERT MASTER”. Gelar PhD, DR, atau Profesor belum tentu dijuluki ”guru”. ”Guru” diatas segala guru biasa (teachies). Mungkin di dunia persilatan mereka disebut JUARA NOMOR SATU, belum ada juara lain yang bisa mengalahkannya.
Kesimpulan: Tumpukan Ilmu komputer, Teknologi Informasi & Komunikasi, dan Aneka Ragam Ilmu Manajemen yang tersimpan dalam otak seseorang belum bisa menjamin keberhasilan dia mengelola bisnis berbasiskan komputer dan internet. Pengalaman praktek terus menerus (constant) mengaplikasikan ilmu-ilmu tersebut-lah yang bisa menentukan kadar keberhasilannya.
Sering diungkapkan melalui internet marketing bahwa pebisnis yang memanfaatkan internet hanya 3% (tiga per cent) sampai 7% (tujuh per cent) saja yang benar-benar SUKSES. Sembilan puluh per cent lebih GAGAL. Kita tinggal memilih. Mau ikut kelompok 3% - 7 % kah, atau ikut kelompok 90%+?
Jadi, setiap ilmu bisnis internet memerlukan PRAKTEK KERJA, sekali lagi, lagi, praktek mengaplikasikan hasil bacaan dan penelitian melalui internet, sampai mahir dan tidak pernah berhenti menelusuri dan mempelajari perkembangan serta pertambahan teknologi yang terkait ilmu bisnis secara terus menerus (constantly). Ingat, detik berikut sudah disebut ”future time” di dalam Bahasa Inggris.
Belajar dari kesalahan-kesalahan (trial and error) yang dialami-lah yang bisa membawa kita ke tingkat sukses, berkat kemahiran hasil praktek kerja. Membaca dan faham saja belum cukup.
Never stop learning, but ongoing study, improvement and enhancement actions for life (kaizen). It remains a constant and long life process.
DILEMMA KEKAL?
Sampai saat ini, periklanan produk dan fasilitas bisnis pariwisata Indonesia melalui internet (online marketing) masih didominasi para pebisnis pariwisata asing. Hampir seluruh produk pariwisata kita di promosikan pebisnis pariwisata asing.
Negara tetangga kita, salah satu Anggota ASEAN umpamanya, lebih banyak berperan mempromosikan produk dan fasilitas pariwisata Indonesia ketimbang dilakukan oleh para pebisnis pariwisata kita. Pepatah mengatakan: “Ibarat memagar kelapa condong, batangnya dalam pekarangan kita, tetapi buahnya dinikmati orang lain / asing”.
Tidak heran, kalau para pebisnis pariwisata anggota ASEAN sering mengeluh karena kebanyakan pebisnis pariwisata Negara tetangga tersebut di atas mempermainkan harga jual produk pariwisata sesama anggota Asean. Tak jarang pula, kita mendengar keluhan atas hutang-hutang yang mereka perbuat tidak dilunasi / dibayar.
Pernah ada beberapa pebisnis pariwisata kita mencoba mendatangi mitra bisnis mereka di Negara tetangga tadi dan mendapati nama perusahaan yang didatangi telah berganti.
Taktik mereka, antara lain, pada awal berbisnis mereka bayar dimuka. Sebelum klien mereka tiba di negara tujuan. Setelah bisnis kedua belah pihak berjalan beberapa waktu, mereka (instructing agent) membayar setibanya tour leader dan rombongan di bandara kedatangan.
Kemudian, pembayaran invoice dilakukan ketika rombongan akan meninggalkan bandara kita.
Selang beberapa beberapa lama kemudian, mereka bayar secara cicil. Lama setelah klien pulang ke Negara mereka (long after tour completion). Akhirnya hutang mereka menumpuk dan papan nama kantor perusahaan mereka diganti dengan nama baru.
Memang mungkin betul sebahagian kecil saja yang mempraktekkan taktik demikian. Tetapi WASPADALAH. Pebisnis Pariwisata dari mancanegara juga banyak yang berbuat demikian. Dan jangan pula dikira pebisnis pariwisata Indonesia jujur semua. Beberapa pebisnis pariwisata Indonesia - pun ada yang melakukan taktik serupa.
Salah satu solusi: ”Percanggihlah kemampuan Anda beserta para karyawan dan perlengkapan (piranti keras & lunak) ketata-laksanaan bisnis pariwisata Anda sekarang juga.”
Leave a reply